Selasa, 16 Juni 2015


LAPORAN PRAKTIKUM
PENGUJIAN MUTU KULIT KIMIAWI

Halaman judul






Disusun Oleh :
1.      DEBORA DESI LASMA U.                       (130101021)
2.      DISTYA RESTI ANDRIA P.                      (130101025)
3.      HANAFI                                                       (130101035)


KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN RI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
POLITEKNIK ATK
YOGYAKARTA
2015




HALAMAN PENGESAHAN

Laporan resmi ini disusun untuk memenuhi  tugas  mata kuliah Pengujian Mutu Kulit tentang  Pengujian Mutu Kulit Boks Secara Kimiawi


Praktikan:



(Debora Desi lasma U.P)                    (Distya Resti)                          (Hanafi)

                                                                                   

Yogyakarta, 16 Juni 2015


             Dosen Pengampu                                                                             Asisten Dosen
  


 (Indri Hermiyati, BSc. ST. MPd)                                                                  (Endang S)




KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya,laporan Resmi Pengujian Mutu Kulit Boks Secara Kimiawi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.  Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengujian Mutu Kulit.
Laporan ini tidak dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya tanpa bantuan dari berbagai pihak.  Untuk itu, dalam kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada :
1.      Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan dalam penyelesaian laporan  ini.
2.      Ibu Indri Hermiyati, BSc. ST. MPd selaku dosen mata kuliah Pengujian Mutu Kulit yang senantiasa memberi dorongan dan bantuan atas keberhasilan penulisan laporan ini.
3.      Ibu Endang selaku asisten dosen yang senantiasa membimbing dan membantu atas keberhasilan penulisan laporan ini
4.      Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Namun demikian, laporan ini masih memiliki banyak kekurangan.  Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan lebih lanjut, sehingga laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta,  15 Juni 2015


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….    iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ..iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Maksud dan Tujuan.................................................................................. 1
C.     Manfaat.................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM........................................................ 10
BAB IV DATA PENGAMATAN..................................................................... 19
BAB V PEMBAHASAN...................................................................................24
BAB VI PENUTUP............................................................................................ 36
A.    KESIMPULAN .................................................................................. 36
B.     SARAN .............................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 37

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kulit jadi (tersamak) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses soaking (perendaman) sampai proses finishing (penyelesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan peruntukannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat proses.
Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan kualitas kulit jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi dari jenis artikelnya masing–masing, misalnya kulit boks. Dengan adanya Standar Nasional Indonesia (SNI), maka dapat diketahui kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel mempunyai standar yang berbeda – beda.
Agar diketahui bahwa kualitas kulit jadi yang diproduksi tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), maka diperlukan suatu analisa. Seperti halnya adanya analisa kimiawi yang meliputi uji pH, uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar minyak/ lemak, dan uji kadar chrome.

B.     Tujuan
1.                   Untuk mengetahui cara pengambilan sampel kulit yang akan diuji.
2.                  Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam kulit box yang diuji.
3.                   Untuk mengetahui pH kulit kulit box yang diuji.
4.                   Untuk mengetahui kadar abu kulit box yang diuji.
5.                   Untuk mengetahui kadar krom kulit box yang diuji.
6.                   Untuk mengetahui kadar minyak atau lemak kulit box yang diuji.

C.    Manfaat
1.      Ilmu pengetahuan tentang analisa kulit.
2.      Memberikan sertifikasi hasil produksi (pengakuan mutu kulit dengan sertifikat), jika peralatan dan metoda sesuai standar.
3.      Sebagai alat promosi
Maksudnya: dengan adanya sertifikat bisa menjadi alat untuk promosi, tanpa harus melakukan trial sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen.






BAB II
TIJAUAAN PUSTAKA

Kulit jadi (tersamak) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses soaking (perendaman) sampai proses Finishing (penyelesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan peruntukannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat proses.
Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan kulit jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi dari jenis artikelnya masing – masing. Misalnya kulit sarung tangan (glove) harus sesuai dengan arah gerak dari jari tangan. Dengan adanya Standar Industri Indonesia (SII), maka dapaat diketahui kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel mempunyai standar yang berbeda – beda. Analisa diperlukan untuk mengetahui kualitas kulit apakah kulit tersesbut sudah sesuai denagn Standar Industri Indonesia (SII) atau belum.
Kulit boks merupakan kulit samak khrom yang berasal dari kulit kambing atau kulit anak sapi yang biasanya dibuat untuk bahan pembuatan atasan sepatu, kulit boks harus memiliki syarat-syarat tertentu agar memenuhi standar mutu perdagangan. Analisa diperlukan untuk mengetahui kualitas kulit apakah kulit tersebut sudah sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII) yang selama ini digunakan sebagai acuan standar mutu perdangan.
Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu bahan II secara garis besar tujuan dilakukannya pengujian terhadap suatau kulit samak adalah:
1.        Untuk menentukan mutu atau kualitas kulit secara umum, karena melalui suatu analisa atau pengujian dapat disimpulan bahwa kulit tersebut bermutu baik, sedang atau kurang.
2.        Untuk mencari kesalahan atau kekurangan dalam proses penyamakan kulit karena dari hasil uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil penyamakan kulit sehingga dapat diketahui pada proses apa saja yang mengalami kesalahan sehingga dapat dilakukan perbaikan pada proses berikutnya dengan harapan kulit yang dihasilkan  akan berkualitas baik.
3.        Untuk mengikuti proses produksi kulit yang berkualitas baik.
Pengujian terhadap kulit samak secara umum di bagi menjadi 4, yaitu pengujian organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis. Namun yang sering digunakan di Indonesia hanyalah 3 pengujian yaitu organoleptis, fisis, dan kimiawi. Hal ini disebabkan karena ketiga syarat pengujian tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain.
Pengujian organoleptis merupakan pengujian menggunakan pancaindra dan sering dilakukan secara visual. Dalam pengujian ini sering di gunakan alat bantu sederhana seperti mistar, cutter, dan silverpen. dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi kelepasan nerf, keadaan kulit,keadaan cat, kelentingan dan ketahanan sobek.Pengujian fisis merupakan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat mekanis tensil strenght, stiknes, crokmeter dan lain sebagainya, hal-hal yang diuji dalam pengujian fisis meliputi; tebal kulit, kondisi penyamakan, ketahanan gosok cat kering maupun basah, ketahanan zwick, ketahanan tarik, ketahanan regang, ketahanan bengkuk, penyearapan air, dan ketahan letup. Pengujian kimia merupakan pengujian yang dilakukan dengan cara kimiawi yang bertujuan untuk mengetahui kadar bahan-bahan kimia yang terdapat pada kulit seperti kadar air, pH, kadar abu, kadar zat penyamak, dan kadar lemak atau minyak.
Persyaratan kulit box menurut SII (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79 adalah sebagai berikut:
1.      Organoleptis:
Kelepasan nerf                        : Tidak lepas
Keadaan kulit                          : Berisi, liat, dan lemas
Cat                                           :  Rata dan meengkilap
Ketahanan sobek                     : Kuat
Kelentingan                             : Lenting
2.      Kimiawi :
Kadar air                                 : maks 20%
pH                                           : 3,5 - 7
Kadar abu jumlah                    : maks 2% di atas Cr2O3
Kadar Cr2O3                                     : maks 3%
Kadar minyak atau lemak       : 2 – 6%
Pada pengujian kimia bagian kulit yang akan diambil sebagai sampel yaitu bagian leher, croupon, dan perut. Hal ini dikarenakan setiap bagian tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Sampel yang telah diambil kemudian dipotong kecil-kecil sekitar 1 x 1 cm. Kulit tersebut selanjutnya dijadikan satu.

Kadar air dalam kulit tersamak adalah jumlah air yang terdapat dalam kulit mentah, setengah jadi, atau kulit jadi yang dinyatakan dalam persen berat. Pengukuran kadar air pada umumnya dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung dalam kulit menggunakan alat pengering (oven). Cara ini sering disebut dengan metode pengeringan (drying). Uji kadar air dengan metode pengeringan pada dasarnya adalah menguasahakan penguapan air dari sampel kulit denagn cara memberikan energi panas pada suhu 1000C untuk menghilangkan kadar air pada kulit sehingga berat sampel kulit berkurang. Pengurangan berat ini dipakai sebagai berat air pada kulit. Faktor yang mempenagruhi proses pengeringan ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang termasuk dalam faktor pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik, aliran udara pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor golongan kedua adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan. Kelemahan menggunakan metode pengeringan diantaranya adalah bahan organik yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga dapat mengurangi ketelitian.
Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip logaritma dari konsentrasi ion hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian pH kulit tersamak dilakukan dengan penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air suling kemudian di ukur pHnya.
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik ( Sudarmadji, 1989). Kadar abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung berdasarkan berat cuplikan. Pengujian kadar abu dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode pengabuan kering. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang terdapat dalam kulit. Pengujian dilakukan dengan memanaskan sampel kulit dalam tungku pemanas hingga suhu 1000 0C dalam waktu tertentu hingga menjadi abu. Jumlah abu yang dihasilkan ditimbang sehinggan diperoleh kadar abu yang dinyatakan dalam persentase kadar abu.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
1.      Memerlukan waktu lama.
2.      Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur.
3.      Kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.
Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
1.      Aman.
2.      Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit.
3.      Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan.
4.      Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif.
5.      Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral.
Kadar krom oksida kulit tersamak adalah jumlah senyawa krom ditetapkan sebagai Cr2O3 yang terdapat dalam kulit tersamak yang dinyatakan dalam persen berat. Pengujian kadar krom dalam kulit bertujuan untuk mengetahui jumlah krom pada kulit tersamak yang menyebabkan kulit tersebut menjadi matang.
Pengujian kadar krom dilakukan dengan menggunakan abu pada pengujian kadar abu. Larutan abu dioksidasi dengan HNO3 pekat, HClO4, dan H2SO4 pekat dipanaskan hingga warna larutan menjadi bikromat. Larutan didinginkan kemudian ditambah dengan air suling dan dipanaskan kembali sampai klor bebasnya hilang. Selanjutnya kadar krom oksidnya ditetapakan dengan iodometri. Reaksi yang terjadi adalahsebagai berikut;
Cr2O7  +  H++  I-                     Cr3+ + I2 + H2O
I2 + Na2S2O3                       Na2S4O6 + NaI
Kadar krom oksida dinyatakan sebagai persen dari berat contoh kulit, yang dinyatakan sebagai berikut 1ml Thio Sulfat setara dengan 0,0253 gram krom oksida.
Pada proses pengolahan kulit, minyak atau lemak tetap dipertahankan pada kadar tertentu, bahkan pada tahap peminyakan kandungan minyak dalam kulit ditambah yang bertujuan untuk membuat kulit menjadi lemas sehingga kulitmenjadi lemas tidak kaku.
Minyak didalam kulit akan sangat mengganggu, terutama jika minyak berlebihan maka kulit akan sukar direkatkan menggunakan lem dan akan mudah ditumbuhi jamur, sedangkan apabila minyak sangat sedikit didalam kulit maka kulit akan menjadi kaku dan mudah retak.
Kadar minyak atau lemak dalam kulit tersamak adalah kadar zat yang larut dalam CCl4 (Carbon Tetra Chlorida), Petroleum Ether, Ethyl Ether, Xylol yang dihitung dalam berat cuplikan. Dalam pengujian ini cuplikan contoh kulit dimasukkan dalam selongsong uji lemak. Selongsong selanjutnya disarikan terus menerus dengan pelarutnya, kemudian pelarut dipisahkan denagn cara destilasi. Lemak atau lemak yang diperoleh dikeringkan pada suhu 100 0C sampai berat tetap. Selanjutnya kadar minyak atau lemak dihitung dan dinyatakan dalam persen berat cuplikan.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A.      Alat Dan Bahan
1.         Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji
a.         Alat
1)        Gunting stainles steel
2)        Frame
3)        Timbangan
4)        Penggaris
5)        Talenan
6)        Cutter
7)        Silverpen
b.        Bahan
1)        1 seed kulit box dari sapi

2.         Pengujian Kadar Air, Pengujian pH Kulit Boks dan Pengujian Kadar Abu Jumlah
a.         Alat
1)        Cawan porselen
2)        Corong
3)        Desikator
4)        Erlenmeyer
5)        Gelas arloji
6)        Gelas beker
7)        Labu ukur
8)        Pengaduk
9)        Penjepit
10)    Pipet tetes
11)    Pipet volume
12)    Propipet
13)    Oven
14)    Timbangan

b.        Bahan
1)      Air bebas CO2
2)      Kertas pH
3)      Kulit

3.         Pengujian Kadar Khrome
a.         Alat
1)      Corong
2)      Erlenmeyer
3)      Gelas arloji
4)      Gelas beker
5)      Labu ukur
6)      Pengaduk kaca
7)      Pipet tetes
8)      Pipet ukur
9)      Pipet volume
10)  Propipet
b.        Bahan
1)        Pengujian Kadar khrome
a)      20 ml HNO3 pekat
b)      15 ml HCLO pekat
c)      10 ml H2SO4 pekat
d)     125 ml aquades
e)      10 ml KI 20%
f)       Tiosulfat 0,1 N
g)      Indikator amilum
2)        Standarisasi Na2S2O3 0,1N
a)         0,5 gr K2CR2O7
b)        Aquades
c)         3 ml KI 20%
d)        7,5 ml H2SO4 4N
e)         Tiosulfat 0,1N
f)         Indikator amilum

4.         Pengujian Minyak/Lemak
a.         Alat
1)        Cawan porselen
2)        Desikator
3)        Elektrothermal
4)        Ember
5)        Kertas saring
6)        Labu didih
7)        Oven
8)        Pendingin balik
9)        Pipet ukur
10)    Selang
11)    Statif
12)    Soklet
b.        Bahan
1)        Air
2)        Kulit boks
3)        Xylol

B.       Cara Kerja
1.         Pengujian Kadar Air
a.       Memasukkan cawan porselen dalam oven 100oC selama 15 menit
b.      Dinginkan dalam desikator selama 15 menit
c.       Menimbang cawan porselen sebagai berat cawan kosong
d.      Menimbang kulit boks 3 gram
e.       Memasukan kulit boks tersebut dalam cawan porselen kemudian di oven pada suhu 100oC selama 60 menit
f.       Dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang
g.      Memasukkan dalam oven kembali dengan suhu 100oC selama 30 menit
h.      Dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang
i.        Menghitung kadar airnya

2.         Pengujian pH Kulit Boks
a.         Menimbang kulit sebanyak 3 gram
b.        Memasukkan dalam erlenmeyer dan menambah dengan air bebas CO2 sebanyak 100 ml
c.         Menutup erlenmeyer dengan plastik
d.        Mengocok erlenmeyer selama 30 menit hingga kulit semua basah
e.         Pengocokan dilanjutkan dengan shaker selama 4 jam
f.         Kemudian tiriskan (dipisahkan antara kulit dengan air) menggunakan kertas saring
g.        Mengecek pH air tirisan sebagai pH awal
h.        Mengambil 10 ml air tirisan di encerkan menjadi 100 ml dengan labu takar
i.          Mengecek pH setelah pengenceran (cek pH bisa menggunakan pH stick dan pH meter)

3.         Pengujian Kadar Abu
a.         Memanaskan krus porselen dalam oven pada suhu 100oC selama 15 menit
b.        Dinginkan dalam desikator selama 15 menit
c.         Menimbang sebagai berat krus porselen kosong
d.        Menimbang kulit boks sebanyak 3 gram kemudian masukkan dalam krus porselen
e.         Melakukan pengabuan pada furnish dengan suhu 900oC selama 15 menit
f.         Dinginkan selama 24 jam
g.        Menimbang berat krush dan abu tersebut
h.        Menghitung % kadar abu jumlah
i.          Abu tidak boleh dibuang untuk digunakan pada uji kadar khrome

4.         Pengujian Kadar Khrome
a.         Menimbang abu kemudian memasukkan kedalam erlenmeyer
b.        Menambahkan HNO3 pekat sebanyak 20 ml, HclO sebanyak 10 ml, H2SO4 pekat sebanyak 10 ml dan batu didih
c.         Menutup erlenmeyer dengan corong dan memanaskan dalam almari asam
d.        Mendinginkan larutan
e.         Menambahkan aquades bebas CO2 sebanyak 125 ml kemudian memanaskan lagi hingga mendidih
f.         Mendinginkan larutan
g.        Memindahkan larutan kedalam labu 500 ml kemudian menambahkan aquades bebas CO2
h.        Mengambil 200 ml larutan dan memasukkan dalam erlenmeyer dengan menambah HCl pekat sebanyak 10 ml dan larutan KI 20% sebanyak 10 ml
i.          Menutup rapat larutan dan menyimpan selama 2 menit
j.          Menitrasi larutan dengan Tiosulfat 0,1 N dan menambahkan indikator amilum
k.        Menghitung Kadar Khrome

5.         Standarisasi Na2S2O3 0,1 N
a.         Menimbang K2Cr2O7 sebanyak 0,5 gr
b.        Melarutkan dalam labu takar hingga 100 ml
c.         Mengambil 10 ml larutan dan memasukkannya kedalam erlenmeyer
d.        Menambahkan KI 20 % sebanyak 3 ml dan H2SO4 4N sebanyak 7,5 ml
e.         Menutup erlenmeyer dan menyimpan ditempat gelap selama 2 menit
f.         Menitrasi dengan Natrium Tiosulfat 0,1N dan menambahkan indikator amilum
g.        Menghitung N Na2S2O3 0,1N

6.         Pengujian Kadar Minyak/Lemak
a.         Menimbang potongan kulit sebanyak 10 gram
b.        Meletakkan kulit pada kertas saring lalu bungkus
c.         Meletakkan labu didih yang telah dicuci bersih pada oven hingga kering setelah kering ambil dan memasukkan pada desikator hingga labu didih dingin
d.        Meletakkan cawan porselen pada oven selama 30 menit
e.         Setelah 30 menit ambil cawan porselen dan memasukkannya pada desikator hingga dingin
f.         Mengambil cawan porselen dan mengambil batu didih satu buah dan meletakkan batu didih tersebut pada cawan porselen
g.        Mengambil pelarut xylol sebanyak 2/3 ml (166 ml) masukkan dalam labu didih dan meletakkan di atas kompor
h.        Masukkan bungkusan kertas saring dalam rangkaian alat soklet
i.          Alirkan pendingin
j.          Hidupkan kompor
k.        Melaksanakan pelarutan hingga selongsong naik turun sebanyak 15 kali
l.          Matikan kompor
m.      Mengambil kulit dari rangkaian soklet
n.        Melakukan destilasi, memisahkan larutan lemak menjadi lemak murni dan pelarut dikumpulkan
o.        Menghentikan pemanas sampai labu hampir kering
p.        Memasukkan minyak/lemak pada cawan porselen kemudian memasukkan pada oven
q.        Dinginkan dalam desikator
r.          Menimbang sebagai berat lemak
s.         Menghitung kadar lemak













BAB IV
DATA PENGAMATAN

1.         Pengujian Kadar Air
a.       Berat cawan porselen kosong     = 49,4133 gr
b.      Berat kulit Boks                          = 3,0150   gr
c.       Berat Kulit + Cawan 1               = 51,9540 gr
d.      Berat Kulit + Cawan 2               = 51,5302 gr

Kadar air =


2.  Pengujian pH Kulit Boks
a.    Berat kulit boks                                      = 3,0131   gr
b.    pH air tirisan (pH awal)                         = 3,5
c.    pH air tirisal setelah pengenceran          = 5,5





3.         Pengujian Kadar Abu Jumlah
a.       Berat krus kosong                                   = 9,8842   gr
b.      Berat kulit boks                                      = 3,0319   gr
c.       Berat abu                                                            = 0,0992
d. Kadar Abu                        = 
                            =
                            = 2,99 %

4.         Pengujian Kadar Khrome
a.       Berat krus porselen kosong         = 9,8842   gr
b.      Berat krus + abu                                     = 9,9498   gr
c.       1)W1                                           = 9,9498   gr
2) W2                                          = 9,8842   gr
3) W3                                          = 9,8882   gr
4) W                                            = 3.0319   gr
d.  1) V titrasi I                                             = 7,6
   2) V titrasi II                               = 8,9
   3) Rata-Rata                                = 8,25
e.   Perubahan warna                         = Merah kecoklatan – Kuning --      hijau lumut – bening
5.         Standarisasi Na2S2O3 0,1N
Perubahan warna saat titrasi : coklat tua – coklat muda – biru gelap – biru gelap hilang (bening)
Berat khrome = 0,5172 gram
Kel.
Volume (ml)
IV
10,6
V
8,5
VI
11
Rata-rata = 10,03 ml
Be (K2Cr2O7) = 
6.         Pengujian Minyak/Lemak
a.       Berat kulit                                                 = 10,0077 gr
b.      Beraat cawan + batu didih                       = 81,1396 gr
c.       Berat cawan kosong                                 = 80,7304 gr
d.      Berat cawan + minyak + batu didih       = 81,2152 gr
Sirkulasi ke
Detik turun
Waktu
1
9,7
10.48 – 10.55
2
9,2
10.55 – 11.00
3
8,8
11.00 – 11.07
4
9
11.07 – 11.12
5
8,7
11.12 – 11.18
6
7,9
11.18 – 11.24
7
8,4
11.24 – 11.29
8
8,2
11.29 – 11.34
9
8
11.34 – 11.40
10
8,7
11.40 – 11.46
11
8,6
11.46 – 11.52
12
8,5
11.52 – 11.58
13
8,2
11.58 – 12.04
14
15
8
7
12.04 – 12.09
12.09 - 12.15

Kadar Minyak    =
                           =
= 0,48%













BAB V
PEMBAHASAN

1.      Persiapan Pengujian
Artikel kulit yang diguanakan pada praktikum kali ini adalah kulit box yang berasal dari kulit sapi. Sebelum dilakukan pengambilan sampel pada kulit dilakukan uji organoleptis terlebih dahulu pada kulit untuk mengetahui sifat-sifat kulit tersebut. Uji ini meliputi uji lossgrain, kepecahan nerf, kelentingan, dan ketahanan sobek.
Pengujian lossgrain dilakukan dengan melipat kulit kemudian ditekan menggunakan ibu jari. Dari uji tersebut dapat diketahui bahwa kulit tersebut tidak mengalami lossgrain karena dalam 1 cm kulit kerutan yang dihasilkan banyak dan halus. Pengujian kepecahan nerf dilakukan melipat kulit kemudian menenkan dengan ibu jari jika grain pecah maka kulit yang tersebut berkualitas buruk. Pada pengujian ini kulit yang diuji tidak mengalami kepecahan nerf. Uji kelentingan di lakukan dengan menekan kilit dengan ibu jari untuk mengetahui daya letup kulit. Kulit yang diuji memiliki daya lenting yang cukup baik. Uji ketahananan sobek dilakukan dengan mengiris bagian tepi perut kulit sepanjang 4 cm menggunakan cutter kemudian kulit disobek menggunakan tangan jika kulit mudah sobek maka ketahan sobek kulit buruk. Pada pengujian ini daya sobek kulit cukup baik, jadi dari berbagai pengujian organoleptis dapat disimpulkan bahwa kulit yang diuji memiliki kualitas yang baik.
Sebagai persiapan pengujian kimia, kulit yang akan diuji diukur luasnya menggunakan frame sehingga diketahui luas kulit sebesar.... sequerfeed. Kulit yang telah di ukur kemudian dipotong pada bagian croupon 20 x 20 cm, bagian perut 5 x 7,5 cm, bagian leher 5 x 7,5 cm. Potongan kulit selanjutnya dipotong kecil kecil sebesar 0,5 x 0,5 cm dan ditimbang sampai diperoleh berat potongan 50 gram sebagai sampel. Potongan kuit tersebut akan digunakan pada proses pengujian berikutnya.

2.      Pengujian Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air dalam kulit. Pengujian ini menggunakan metode kering dimana digunaka oven sebagai media pengeringnya. Langkah awal praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan cawan porselen menggunakan oven pada suhu 100 0C selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam cawan sehingga diperoleh berat cawan yang bersih dan benar-benar kering. Selanjutnya cawan di masukkan kedalam desikator selam 15 menit untuk menstabilkan berat cawan, karena cawan yang bersuhu tinggi akan sangat mudah menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cawan kosong yang akan digunakan. Cawan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui berat kosong cawan yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan kadar air.
Sampel kulit box ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen dan dioven pada suhu 100 0C selama 60 menit. Proses ini bertujuan untuk menguapakan kadar air yang terdapat dalam kulit, sehingga diperoleh kulit yang kering yang akan menyebabkan berat kulit akan berkurang. Berat yang hilang tersebut merupakan berat air yang terkandung dalam kulit. Selanjutnya cawan yang berisi kulit tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya sehingga diketahui berat setelah pengeringan cawan + kulit yang akan digunakan dalam perhitungan kadar air.
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui kadar air dalam kulit sebesar 4,0745 %. Kadar air maksimal sampel kulit box berdasarkan SII (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79 adalah 20%. Jika kadar kulit yang terdapat dalam kulit melabihi standar tersebut maka kulit akan mudah berjamur. Selain menggunakan metode pengeringan analisa kadar air juga dapat dilakukan dengan cara penyaringan dan penyulingan. Kelemahan menggunakan metode pengeringan diantaranya adalah bahan organik yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga dapat mengurangi ketelitian. Faktor yang mempenagruhi proses pengeringan ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang termasuk dalam faktor pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik, aliran udara pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor golongan kedua adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.

3.      Pengujian pH
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pH kulit box yang diuji sehingga dapat diketahui ketahanan kulit terhadap asam maupun basa. Berdasarkan standar SII (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79  pH optimal kulit box berkisar antara 3,5 – 7. Kulit box dengan pH di bawah 3,5 tanpa buffer akan mudah rusak bila terkenan larutan asam sedangkan kulit boxdengan pH di atas  7 akan mudah rusak jika terkena larutan basa. Keadaan pH juga akan mempengaruhi kenyamanan pada hasil kulit samak tersebut apabila dipakai oleh manusia.
Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip logaritma dari konsentrasi ion hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian pH kulit tersamak dilakukan dengan penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air suling kemudian di ukur pHnya.
Sebanyak 3 gram kulit di masukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan dengan air suling bebas CO2. Air suling bebas CO2 digunakan sebagai pelarut agar tidak ada kontaminasi bahan yang diuji dengan zat lain. Selanjutnya larutan sampel ditutup dengan plastik agar tidak ada udara yang masuk yang dapat mengkontaminasi larutan sampel. Kulit dikocok manual selama 30 menit agar sampel menjadi basah dan tidak mengambang di permukaan larutan. Pengocokan selanjutnya dilakukan menggunakan seker selam 4 jam untuk mengoptimalkan pembasahan pada kulit. Sehingga dapat dianalisis pH kulit menggunakan larutan tersebut. Larutan dan kulit selanjutnya dipisahkan menggunakan kertas saring.
PH larutan dicek sebagai pH awal. Pengecekan dilakukan menggunakan pH stick dan pH meter. Pengecekan menggunakan pH stick diperoleh pH larutan sebesar 2,23 dan pengecekan menggunakan pH meter diperoleh sebesar 3,5. pH stick tidak digunakan lagi karena data yang di peroleh kurang valid. Sedangkan untuk pH setelah pengenceran menggunakan pH meter sebesar 5,5 berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pH kulit box yang diuji memiliki sifat asam meski demikian kulit tersebut telah memenuhi standar SII (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79 sehingga dapat dikatakan sampel yang diuji berkualitas baik.
4.      Pengujian Kadar Abu Jumlah
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang terdapat dalam kulit. Kadar abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung berdasarkan berat cuplikan. Pengujian kadar abu dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode pengabuan kering.
Langkah awal praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan krush porselen menggunakan oven pada suhu 100 0C selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam krush sehingga diperoleh berat krush yang bersih dan benar-benar kering. Selanjutnya krush di masukkan kedalam desikator selam 15 menit untuk menstabilkan berat krush, karena crush yang bersuhu tinggi akan sangat mudah menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat krush kosong yang akan digunakan. Krush selanjutnya ditimbang untuk mengetahui berat kosong krush yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan kadar abu kulit box.
Sampel kulit box ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen dan difurnice dengan suhu 900oC selama 15 menit. Proses ini bertujuan untuk untuk mengabukan kulit. Setelah furnice dimatikan sampel dibiarkan di dalam furnice hingga sampel tersebutmenjadi dingin. Suhu yang terlalu tinggi dapat membahayakan praktikan saat melakukan praktek. Pendinginan sampel dilakukan selama 24 jam, selanjutnya sampel ditimbang untuk mengetahui berat krush dan abu yang akan digunakan dalam perhitungan kadar abu. Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
1.      Memerlukan waktu lama.
2.      Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur.
3.      Kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.
Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
1.      Aman.
2.      Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit.
3.      Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan.
4.      Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif.
5.      Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui kadar abu jumlah sebesar 2,99 %. Kadar abu ini telah memenuhi persyaratan kadar abu yang telah ditetapkan oleh SII yaitu kadar abu yang diperoleh maksimal 2% di atas kadar krom oksid, sedangkan kadar krom yang kami peroleh adalah   %. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kulit yang diujikan berkualitas baik. Berat abu ini kemudian digunakan sebagai bahan untuk pengujian kadar krom oksid kulit box yang akan ujikan selanjutnya.
5.      Pengujian Kadar Krom
Krom adalah bahan utama yang digunakan dalam penyamakan terutama untuk menyamak kulit box, dimana krom ini akan mematangkan kulit sehingga kulit yang awalnya bersifat labil menjadi lebih stabil. Bahan penyamak krom akan memberikan sifat-sifat tertentu pada artikel kulit seperti kelemasan dan ketahanan panas. Tingkat kematangan suatu kulit yang disamak menggunakan krom dilihat menggunakan boiling test. Saat kulit belum matang atau kadar krom dalam kulit kurang maka kulit akan mengalami pengerutan lebih dari 10% sehingga ketahanan panas kulit kurang baik. Menurut standar SII (Standar Industri Indonesia) jika kadar krom dalam kulit kurang dar 3 maka kulit tersebut diasumsikan belum matang dalam proses penyamakannya sehingga kestabilannya kurang dan akan mudah sekali mengalami kerusakan serta kurang memenuhi standar.
Kadar krom oksida kulit tersamak adalah jumlah senyawa krom ditetapkan sebagai Cr2O3 yang terdapat dalam kulit tersamak yang dinyatakan dalam persen berat. Pengujian kadar krom dalam kulit bertujuan untuk mengetahui jumlah krom pada kulit tersamak yang menyebabkan kulit tersebut menjadi matang. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode oksidasi yang akan dilanjutkan dengan titrasi. Sampel yang digunakan dalam analisa ini merupakan abu hasil analisa kadar abu pada kulit box. Abu tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditambah dengan HNO3 pekat, HClO4 65%, dan H2SO4 pekat. Penambahan larutan asam ini berfungsi untuk melarutkan kadar krom yang terkandung  dalam abu. Selanjutnya batu didih ditambahkan ke dalam larutan untuk meratakan panas dan menyerap panas berlebih agar erlenmeyer yang digunakan tidak pecah pada suhu tinggi. Lerutan dalam erlenmeyer ditutup menggunakan corong kaca untuk mengurangi penguapan. Larutan kemudian dipanaskan diatas kompor didalam lemari asam untuk menetralisir bahan kimia berbahaya yang teruapkan. Pemanasan dihentikan saat larutan berwarna jingga (orange) jernih yang menandakan krom valensi 3 telah berubah menjadi krom valensi 6. Larutan didinginkan dan diencerkan menggunakan air suling bebas CO2, penggunaan air suling bebas CO2 bertujuan untuk menghindari kontaminasi zat lain dari pengencer.
Larutan didihkan kembali selama 7 menit, hal ini dilakukan untuk menghilangkan khlor yang ada pada larutan. Larutan diencerkan kembali dengan ditambah aquadest dan dihomogenkan. Pengenceran dilakukan untuk mempermudah pengamatan pada proses titrasi menggunakan larutan thiosulfat.
Persiapan titrasi dilakukan dengan mengambil larutan sampel kemudian ditambah dengan HCl 4N sampai larutan berwarna kuning. Penambahan HCl 4N ini berfungsi uuntuk menambah suasana asam pada larutan yang diuji. Selanjutnya larutan ditambah dengan larutan KI 10% yang akan menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi kecoklatan. Penambahan  larutan KI 10% ini bertujuan untuk menghasilkan iodium dari hasil reaksi KI dengan Cr2O3 yang bervalensi 6. Apabila dapat zat oksidator kuat dalam larutan yang bersifat netral atau sedikit asam maka penambahan KI berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan banyaknya oksidator.  Kelebihan KI inilah yang akan dititrasi menggunakan larutan thiosulfat, sehingga dapat diketahui jumlah KI yang bereaksi dengan krom.
Larutan disimpan ditempat gelap selam 2 menit untuk menyempurnakan reaksi. Larutan selanjutnya dititrasi menggunakan larutan thiosulfat hingga warna larutan berubah menjadi kuning. Kemudian larutan ditambah dengan indikator amilum hingga diperoleh warna biru binur (gelap). Penggunaan indikator amilum ini bertujuan untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi saat titik akhir titrasi. Selanjutnya larutan dititrasi kembali menggunakan larutan thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari biru binur menjadi biru bening. Setiap perubahan warna yang terjadi saat titrasi disebabkan oleh telah tercapainya titik ekuivalen antara larutan dan bahan penitrasi.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kadar krom sebesar . Hal ini menunjukkan bahwa kulit yang diuji telah memenuhi standar SII  (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79 yang menyebutkan bahwa kadar krom maksimal dalam kulit box adalah 3%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kulit yang diujikan berkualitas baik.
6.      Pengujian Minyak/Lemak
Pengujian kadar lemak, bertujuan untuk mengetahui kadar minyak / lemak yang terdapat pada kulit. Menurut SNI kadar minyak / lemak untuk kulit boks adalah 2,0 % - 6,0 %. Langkah awal praktikum yaitu memanaskan labu didih berukuran 250 mL pada lemari pengering dengan suhu 1000Celcius selama ± 30 menit. Tujuan pengovenan sebelum penimbangan ini yaitu agar labu didih dalam kondisi benar-benar kering. Sehingga hasil dari penimbangan merupakan berat labu didih murni tanpa adanya materi lain (seperti air, debu, dll) yang mungkin menempel pada labu tersebut. Langkah kedua yaitu mendinginkan labu didih di dalam deksikator selama 15 menit atau hingga benar – benar dingin. Tujuannya yaitu agar labu tersebut pada saat ditimbang dalam keadaan tidak panas sehingga beratnya valid. Berat kosong labu didih setelah pengovenan yaitu 91,0248 gr. Langkah ketiga yaitu menimbang contoh uji sebanyak 10±0,1 gram, berat contoh uji praktikan adalah 10,0027 gr.
Selanjutnya, kulit dibungkus dengan kertas saring  agar sampelnya tidak ikut kedalam labu alas bulat ketika diekstraksi sertanantinya minyak dalam kulit dapat keluar. Setelah itu memasukkannya kedalam soxlet. Sampel diletakkan dalam soxlet dengan posisi tidak melebihi tinggi sifon pada soxlet karena apabila lebihtinggi, ditakutkan ada sebagian kulit yang tidak terendam pelarut xylol dan tidak terekstraksi. Kemudian memasukkan xylol 2/3 dari volume labu didih yaitu sekitar 167 ml. Dalam praktikum ini xylol digunakan sebagai solvent (pelarut). Xylol dipilih karena xylol mudah larut dalam lemak. Selain itu xylol memiliki titik didih yang lebih rendah dari minyak, sehingga pada saat destilasi untuk pemisahan minyak, xylol dapat cepat menguap dan dihasilkan minyak untuk perhitungan kadar minyak. Pengisian xylol hanya 2/3 dari volume labu didih. Hal ini agar pada saat mendidih larutan tidak meluap dan mengganggu kerja soxlet. Sebelumya, ke dalam labu didih ditambahkan batu didih. Penambahan batu didih ini bertujuan untuk meratakan pemanasan agar tidak terjadi ledakan.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan pemanasan pada pelarut menggunakan heater mantel dengan acuan pada titik didihnya agar pelarut bisa menguap, uapnya akan menguap melalui pipa F dan akan menabrak dinding-dinding kondensor hingga akan terjadi proses kondensasi (pengembunan), dengan kata lain terjadi perubahan fasa dari fasa gas kefasa cair. Kemudian pelarutakan bercampur dengan sampel dan mengekstrak (memisahkan/mengambil) senyawa yang diinginkan (minyak) dari suatu sampel. Setelah itu maka pelarutnya (xylol) akan memenuhi sifon, dan ketika sifon penuh akandisalurkan kembali pada labu alas bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus. Praktikum ini dilakukan sebanyak 15 siklus karena praktikan menggunakan labu didih dengan volume 250 ml. Semakin banyak jumlah siklus maka bisa diasumsikan bahwa senyawa yang larut dalam pelarut juga akan semakin maksimal.
Pada saat praktikum diperoleh data tiap siklus memerlukan waktu rata-rata 12 - 15 menit. Akan tetapi pada awalnya waktu yang praktikan perlukan untuk mencapai 1 siklus adalah 8 menit. Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan dari siklus itu sendiri, diantaranya yaitu diameter soxlet yang digunakan kecil, karena semakin kecil diameter soxlet maka siklus bisa semakin cepat.
Setelah selesai, kemudian praktikan melakukan destilasi uap. Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut pada suhu titik didih. Pada praktikum ini dilakukan destilasi untuk menguapkan xylol hingga yang tersisa pada labu didihhanya minyak. Langkah selanjutnya minyak pada labu dipindahkan ke almari pengering dan dipanaskan dengan suhu 1000celcius. Pengovenan ini bertujuan untuk menguapkan xylol yang mungkin masih tersisa pada minyak. Selanjutnya yaitu mendinginkan dalam deksikator lalu melakukan penimbangan. Hasilpenimbanganadalah 81,2152 gram.
 
 

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkah hasil praktikum yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Secara organoleptis, kulit boks yang diuji sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)
2.      Kadar air pada sampel kulit boks sebesar 4,0745% yang menunjukkan kadar  air kulit boks telah memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
3.      Kadar abu jumlah pada kulit boks sebesar 2,99% yang menunjukkan kadar abu jumlah pada sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
4.      Kadar krom oksida pada kulit boks sebesar 1,8822% yang menunjukkan kadar krom oksida sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
5.      Kadar minyak/lemak pada sampel kulit boks sebesar 0,48% yang menunjukkan kadar minyak/lemak sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
6.      Nilai pH pada kulit boks adalah 3,5 dan pH setela pengenceran adalah 5.5 yang menunjukkan kulit bersifat asam dan sesuai Standar Nasional Indonesia(SNI)
7.      Hasil pengujian dan analisa secara kimiawi pada sampel kulit boks yang tidak sesuai dengan SNI dapat disebabkan karena proses pada kulit yang kurang tepat dan dapat pula disebabkan oleh praktikan yang kurang teliti dan kurang hati-hati pada saat praktikum.

B.     Saran
Dalam penulisan laporan ini, tentu masih banyak kesalahan.  Oleh karena itu, praktikan sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penulisan laporan ini.




 DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri.  2009.  “PetunjukPraktikumAnalisa Kimia Kulit”. Yogyakarta: AkademiTeknologiKulit

Jayusman.“PenuntunPraktikumIlmuBahan II Analisa/UjiKulit”. Yogyakarta: AkademiTeknologiKulit

Purnomo, Edy. 1997. Teknologi Tanning. Yogyakarta :AkademiTeknologiKulit

SNI.06-0234-89. “Mutudan Cara UjiKulitBoks”. Jakarta: DepartemenPerindustriandanPerdaganganRepublik Indonesia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar